Minggu, 22 Mei 2011

Klausula baku dalam Perjanjian

Beberapa orang kawan pernah mempertanyakan mengenai keberadaan dari “tulisan kecil-kecil yang sangat sulit dibaca” yang seringkali tercantum pada aplikasi-aplikasi produk perbankan, asuransi, cicilan, dst. Tulisan-tulisan tersebut apabila diperhatikan sebenarnya merupakan perjanjian atau kesepakatan yang hendak ditawarkan oleh Bank atau Pihak Penyedia Jasa lainnya kepada Para Pengguna Jasa atau konsumen.

Hal seperti ini disebut ‘klausul baku’ yang menurut ketentuan pasal 1 angka 10 dari Undang – Undang no 8 tahun 1999 tentang “Perlindungan Konsumen” diartikan sebagai Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Menurut ketentuan pasal 18 UU PK, klausula baku dapat dicantumkan didalam suatu kuitansi atau formulir atau apapun namanya dengan persyaratan sebagai berikut :

1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a. Pengalihan tanggungjawab dari pelaku usaha kepada konsumen;

Ini maksudnya, segala kerugian dan kesulitan maupun cacat produk, yang seharusnya menjadi tanggung jawab produsen atau penjual dibebankan kepada konsumen atau pembeli.

Cth klausulnya : ‘Segala kerusakan atas barang yang dibeli oleh pembeli, tidak menjadi tanggung jawab penjual setelah meninggalkan counter’

b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang
yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

Maksud dari ketentuan ini, adalah sebenarnya penjual atau pelaku usaha harus mau di complain atau mau menerima kembali barang yang dijualnya apabila ditemukan adanya cacat atas barang yang dijualnya, nah soal jangka waktu idealnya adalah 3 sampai 7 hari.

d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan
sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;

Nah kalo ini, maksudnya begini, memang untuk kegiatan jual beli dengan angsuran, penjual beresiko mengalami gagal bayar dengan adanya kemungkinan pembeli tidak membayar angsurannya. Namun demikian tidak dapat dibenarkan menurut UU tiba-tiba meminta kuasa khusus dan langsung dari pembeli untuk melakukan eksekusi barang yang dibeli oleh pembeli, sekalipun pembeli sudah gagal atau tidak membayar.

e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

kalo yang ini maksudnya begini, nilai pembuktian atas barang yang dibeli konsumen itu hanya bisa dinilai oleh hakim, tidak bisa diperjanjikan secara sepihak dalam suatu kuitansi atau formulir, bahwa misalnya dalam keadaan tertentu barang tersebut tidak berlaku lagi.

f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

Nah kalo hal ini sampai terjadinya, berarti pelaku usaha sudah melanggar hukum, karena sekalipun di dalam hukum ada asas bahwa peraturan yang berlaku kemudian menggantikan peraturan yang lama, tapi pada saat para pihak sudah sepakat untuk transaksi dalam bidang tertentu, maka yang berlaku adalah peraturan pada saat transaksi dilaksanakan.

h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Ini maksudnya kurang lebih sama seperti diatas

(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini.

Menurut penjelasan dari UU Perlindungan konsumen, pengaturan untuk klausul baku adalah mutlak karena sebagai upaya untuk menjamin prinsip kebebasan berkontrak antara konsumen dan pelaku usaha. UU melihat bahwa kegiatan usaha antara produsen dan konsumen sifatnya adalah perjanjian sekalipun perjanjian itu tidak tertulis, dimana sesuai ketentuan pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) syarat mutlak dari perjanjian adalah :

1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu pokok persoalan tertentu;

4. suatu sebab yang tidak terlarang.

Kesimpulan : dalam kegiatan usaha Pelaku usaha dan konsumen kedudukannya harus seimbang, karena sebenarnya baik itu jual - beli maupun sewa menyewa merupakan suatu bentuk perjanjian baik ia tertulis atau tidak.

http://www.honda-tiger.or.id/forum/tentang-klausula-baku-t24117.html?s=d471ee9303562c5b151f0a1f54465d55&

Tidak ada komentar:

Posting Komentar